Pada tahun 1980an, Siaran Radio Swasta sedang berada di puncak kepopulerannya, melampaui siaran televisi (yang saat itu hanya "dikuasia" oleh satu-satunya saluran televisi Pemerintah, yaitu Televisi Republik Indonesia atau TVRI). Hal ini dikarenakan banyaknya pilihan acara di radio serta adanya interaksi antara Penyiar dan Pendengar, yang membuat pendengar merasa dekat dengan alat hiburan tersebut.
Salah satu acara yang paling dinanti oleh para pendengar di masa itu adalah Drama Radio. Banyak drama radio yang disiarkan di masa itu, dan rata-rata adalah drama radio bergenre melo-drama dengan durasi yang cukup pendek namun berseri-seri panjang ceritanya. Salah satu melodrama radio paling sukses di masa itu adalah Butir-Butir Pasir di Laut, yang mana berdurasi hanya 15 menit namun panjangnya hingga ratusan episode.
Selain itu, ada 1 drama radio bergenre eksyen yang sangat populer di masa itu, yaitu SAUR SEPUH. Drama ini berlatar belakang masa Kerajaan Majapahit dengan tokoh utama Raja Brahma Kumbara dari Kerajaan Madangkara yang memiliki kemampuan bela diri luar biasa. Serial ini ditayangkan dari tahun 1984 - 1989 dan menjadi serial drama radio paling dinanti oleh para pendengar di seluruh Indonesia.
Drama radio Saur Sepuh awalnya merupakan drama radio produksi Radio Prambors, Jakarta, yang bertujuan untuk mempromosikan produk obat-obatan yang dibuat oleh salah satu perusahaan farmasi terbesar di Jawa Barat. Karena sponsor drama tersebut berasal dari Jawa Barat, maka dipilihlah penulis skenario dari Jawa Barat pula, yaitu (almarhum) Niki Kosasih.
|
Niki Kosasih |
Proses pembuatan skenario memakan waktu lebih dari 1 tahun. Awalnya drama tersebut diberi judul "Pamali" (Tabu). Namun karena dirasa kurang sreg, akhirnya diubah menjadi "Saur Sepuh" yang dalam bahasa Sunda berarti "Petuah Orang Tua".
Awalnya, Saur Sepuh tidak bercerita tentang Brama Kumbara, tetapi merupakan 3 cerita yang terpisah satu sama lain : Natakusumah, Bende Pusaka, dan Bara di Bumi Angkara. Masing-masing cerita berdurasi 30 menit dan hanya ditayangkan di Radio Prambors, Jakarta.
Setelah penayangan drama tersebut, sebuah biro iklan Jakarta meminta Niki Kosasih untuk membuat sandiwara radio bersambung yang rencananya akan disiarkan di seluruh radio di Jakarta.Berdasarkan permintaan itu, Niki pun mengolah kisah Saur Sepuh menjadi drama baru berjudul Darah Biru. Pada saat ditayangkan, drama bertotal 60 seri tersebut (30 menit perseri) sudah menampilkan karakter Brama Kumbara sebagai tokoh utama.
Pasca kesuksesan drama radio Darah Biru itu, Niki Kosasih kemudian diminta membuat sekuel drama tersebut. Dan Niki pun membuatnya. Drama tersebut kemudian berganti nama menjadi Saur Sepuh. Ada pun urutan drama Saur Sepuh (termasuk seri awal Darah Biru) adalah :
1. Darah Biru
2. Perjalanan Berdarah
3. Singgasana Berdarah
4. Bara di Bumi Angkara
5. Banjir Darah di Bubat
6. Sastrawan dari Jamparing
7. Sengketa Tanah Leluhur
8. Satria Madangkara
9. Darah Putra Sanggam
10. Pesanggarahan Keramat
11. Telaga Rena Mahawijaya
12. Lembang Gunung Jawu
13. Mutiara dari Timur
14. Airmata di Madangkara
15. Perawan Bujit Lejar
16. Perguruan Anggrek Jingga
17. Titisan Darah Biru
18. Istana Atap Langit
19. Di Atas Langit Ada Langit
20. Sepasang Walet Putih
Sayangnya, di akhir cerita drama Saur Sepuh, ceritanya masih menggantung dan hingga hari ini belum dituntaskan.
Drama radio Saur Sepuh menjadi salah satu drama radio Indonesia yang paling fenomenal di masa itu, karena berhasil menggaet ratusan ribu - bahkan mungkin jutaan - pendengar dari seluruh Indonesia.
Berkat kesuksesan drama radio ini, para pengisi suara drama tersebut sontak menjadi artis yang dipuja-puja masyarakat Indonesia. Ada pun para pengisi suara tersebut adalah :
- Ferry Fadli (Brama Kumbara)
- Elly Ermawatie (Mantili - Adik Brama Kumbara)
- Ade Julia (Dewi Harnum - istri pertama Brama Kumbara)
- Maria Oentoe (Paramita - istri kedua Brama Kumbara)
- Ivonne Rose (Lasmini - wanita penggoda sekaligus musuh Brama Kumbara)
- Bahar Mario (Bongkeng - sahabat Brama Kumbara)
- Novia Kolopaking (Dewi Anjani - anak Lasmini)
Karena kesuksesannya, drama radio ini sudah diadaptasi menjadi film layar lebar dan sinetron televisi. Untuk film layar lebar, Saur Sepuh pertama kali dirilis tahun 1987 dengan sutradara Imam Tantowi, dan diperani Fendy Pradana (Brama Kumbara), Elly Ermawatie (Mantili), dan Murti Sari Dewi (Lasmini). Film tersebut sukses sehingga dibuat hingga 5 seri.
Sedangkan untuk sinetron, Saur Sepuh sudah diadaptasi sebanyak 5 kali. Pertama kali (berjudul Saur Sepuh) diproduksi tahun 1993 - 1994. Kemudian yang kedua (Singgasana Brama Kumbara) dirilis tahun 1995. Yang ketiga (Brama Kumbara) tahun 2005. Yang keempat (Brama Kumbara) dirilis tahun 2013). Dan yang paling anyar (Saur Sepuh : The Series) dirilis tahun 2017.
ALUR CERITA "SAUR SEPUH"
Secara singkat, Saur Sepuh mengisahkan tentang perjalanan hidup Brama Kumbara, anak Raja Darmasalira dari Kerajaan Madangkara. Setelah ayahnya tewas dibunuh kawanan perampok, ibunya - Gayatri - menikah dengan Tumenggung Ardalepa, seorang bangsawan dari Kuntala. Dari pernikahan ini, lahirlah Mantili yang merupakan adik tiri, sekaligus sahabat Brama dalam menjaga keutuhan Kerajaan Madangkara.
Semasa kecil, Brama Kumbara mengalami hidup susah, karena Kerajaan Madangkara sedang berperang. Dalam kondisi itu, dia diasuh dan dilatih oleh Kakek Astagina, seorang pendekar tua yang sebenarnya adalah kakeknya sendiri dan pernah menjadi Raja Madangkara. Dari Kakek Astagina inilah, Brama mendapatkan ilmu tingkat tinggi Ajian Bayu Bajra, Tapak Saketi, Tikki Ibeng, Malih Ripa, dan Serat Jiwa.
Serat Jiwa merupakan ilmu terdasyat yang dimiliki Brama dan lewat ilmu inilah dia berhasil menaklukkan banyak musuh berilmu tinggi. Untuk melengkapi kesaktian Serat Jiwa, Brama kemudian membuat ilmu baru yang kedasyatannya di atas Serat Jiwa, yaitu Lampah Lumpuh.
Setelah dewasa, Brama menjadi pemimpin pasukan revolusi yang memperjuangkan kemerdekaan Kerajaan Madangkara. Lewat pertarungan hidup-mati melawan Tumenggung Gardika dari Kuntala, Brama akhirnya berhasil menaklukkan Sang Tumenggung dan akhirnya menjadi Raja Madangkara.
Meski sudah menjadi raja, tetapi banyak pengikuti Tumenggung Gardika yang tidak suka dengan Brama Kumbara. Mereka diam-diam bergabung untuk menguasai Ajian Waringin Sunsang. Dengan ajian tersebut, mereka berhasil mengalahkan Brama Kumbara. Untuk mengalahkan Ajian tersebut, Brama kemudian menciptakan Ajian Srigunting. Ilmu ini kemudian diturunkan Brama pada Mantili untuk menghadapi Lugina dan Lasmini, yang merupakan musuh abadi Brama Kumbara.
Selama menjadi Raja, Brama tidak henti-hentinya mendapat rongorngan dari orang di dalam istana maupun masyarakatnya sendiri. Selain itu, dia pun harus berhadapan dengan musuh kuat bernama Bhiksu Kampala dari Tibet yang ingin menjajal ilmu Brama Kumbara.
Kisah Saur Sepuh dibuat makin seru dengan kisah cinta Brama Kumbara dengan sejumlah wanita. Selain beberapa wanita yang menjadi kekasih dan istri Brama, ada 1 karakter wanita yang menjadi kontroversi dalam Saur Sepuh, yaitu Lasmini. Lasmini adalah kekasih Tumenggung Bayan dari Majapahit. Ketika Tumenggung Bayan tewas di tangan Brama, Lasmini berniat menuntut balas. Tapi alih-alih membalaskan dendam, dia justru jatuh cinta pada Brama. Sayangnya, Brama tidak merespon cinta Lasmini, membuat dia sakit hati, dan kemudian membalaskan kekesalannya dengan berusaha membunuh Brama dan Mantili.
Mantili nyaris tewas di tangan Lasmini yang berilmu tinggi (Aji Sirep Megananda). Beruntung Brama berhasil menyelamatkan adik tirinya tersebut, dan mengusir Lasmini. Lasmini tidak terima, lalu membuat kekacauan di Madangkara. Kala itu, Mantili yang kekuatannya telah pulih, kemudian bertarung melawan Lasmini. Lasmini pun berhasil ditaklukkan, kemudian diusir dari Madangkara.
Lasmini kemudian memanfaaatkan Bentar - anak tiri Brama dari istrinya, Pramitha - untuk menghancurkan keluarga Brama. Bentar dan Lasmini sempat menjalin hubungan kekasih hingga melakukan hubungan terlarang. Hal ini ditentang Mantili dan terjadilah pertarungan sengit kembali di antara mereka.
Kisah Lasmini menjadi cerita tersendiri yang cukup panjang. Bahkan sampai Brama meninggal pun kisah hidupnya yang sarat duka terus diangkat, sehingga menimbulkan rasa iba dan benci pada karakter ini.