Sunday 29 July 2018

Sinetron Jadul - LOSMEN (1986 - 1989)



Di tahun 1980-an, pernah ada sebuah sinetron yang terbilang sangat legendaris bahkan hingga hari ini merupakan sinetron terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Sinetron tersebut berjudul Losmen. Ditayangkan di TVRI pada tahun 1986, sinetron ini merupakan hasil kolaborasi Tatiek Maliyati dan Wahyu Sihombing dalam menulis naskah sekaligus menyutradarai.

Para aktor dan aktris pendukung sinetron ini bukan asal. Mereka semua adalah para seniman senior dan para pemain teater muda yang sangat handal di masanya : Mieke Widjaja, Mang Udel  (Drs. R. Panji Poernomo Tedjokusumo), Sutopo HS, Mathias Muchus, Ida Leman, Eeng Saptahadi, dan Dewi Yull. Selain Mieke Widjaja dan Mang Udel yang sudah terkenal terlebih dahulu, para pemain lain merupakan pendatang baru yang belum pernah dikenal sebelumnya. Namun berkat kesuksesan sinetron tersebut, mereka menjadi artis populer Indonesia, meski sebagian dari mereka kini sudah tidak aktif di dunia perfilman.

Sinetron Losmen mengisahkan tentang Bu Broto (Mieke Widjaja), istri dari Pak Broto (Mang Udel) - seorang pegawai negeri - yang barusan menjalankan usaha membuka losmen di Yogyakarta, setelah suaminya pensiun dari pekerjaan. Dalam menjalankan usahanya, Bu Broto dibantu 3 anaknya : Tarjo (Mathias Muchus), Pur (Ida Leman), dan Sri (Dewi Yull). Mereka dibantu oleh satu orang pegawai, Pak Atmo (Sutopo) yang bekerja membersihkan losmen sekaligus membantu membawakan bawaan para tamu.

Awalnya, bisnis losmen ini tidak mudah karena mereka harus bersaing dengan usaha losmen lain yang sudah lebih dulu muncul. Namun dengan usaha pantang menyerah, akhirnya losmen Keluarga Broto pun mulai dikenal banyak orang dan banyak wisatawan yang tinggal di sana.

Dua hal yang menjadi daya tarik Losmen Srikandi - nama losmen yang dikelola Keluarga Pak Broto - adalah keramah-tamahan pengelolanya serta kebersihan losmennya, yang banyak dipuji para wisatawan "beda dengan yang lain". Selain itu, kepiawaian Pak Broto memainkan ukulele dan bernyanyi lagu keroncong juga menjadi daya tarik tersendiri dalam setiap episode sinetron ini.

Selain perjuangan mengelola bisnis mereka, Bu Broto juga harus berhadapan dengan masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya : Tarjo yang bingung dengan masa depan pasca lulus sarjana. Pur (biasa dipanggil Mbak Pur) yang belum juga punya pasangan hidup, padahal dia merupakan anak sulung dalam keluarga. Serta Jeng Sri yang bermasalah dengan kehidupan keluarganya dan pada akhirnya bercerai dari suaminya, Mas Jarot (Eeng Saptahadi).

Setiap episode menampilkan cerita yang sangat memikat dan membumi. Sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia di masa itu. Apalagi nuansa Jawa yang sangat kental dalam sinetron itu (musik gamelan, penggunaan bahasa Jawa, serta pakaian dan setting losmen khas Jawa), membuat suasana terasa nyaman dan tenang.

Selain itu, yang paling menarik adalah akting dari semua pemeran di serial tersebut. Semuanya bermain sangat apik, di mana setiap intonasi, artikulasi, serta mimik wajah sangat alami dan lugas, sehingga sinetron Losmen terlihat sebagai tontonan yang sangat berkelas. Sayang, sinetron yang menampilkan akting kelas internasional seperti Losmen sudah tidak lagi bisa temukan di sinetron-sinetron yang tayang hari ini. Para artis masa kini bisanya cuma jago berakting marah-marah dan menangis sedih. Tidak ada yang bisa akting saat mengajukan bertanya serius / cerdas, berpikir keras, bahkan berakting santai.

Sayang, sinetron Losmen tidak berumur panjang dan harus berakhir tayang di tahun 1989. Sempat dibuat versi layar lebarnya berjudul Penginapan Bu Broto (1990). Sayang, meski diperani oleh para pemeran yang sama dengan versi sinetron, versi layar lebarnya kurang menggigit dan keluar dari pakem yang biasa ditampilkan di layar televisi. Akibatnya film layar lebar tersebut kurang mendapat sambutan hangat dari penonton.

Thursday 12 July 2018

Teknologi Masa Lalu - BETAMAX


Hiburan sandiwara radio, acara televisi, dan film bioskop menjadi primadona di era 1960an. Tetapi memasuki era 1970an - terutama tahun 1975 - hiburan tersebut mendapat saingan berupa "home-entertainment" (hiburan di rumah), yang menjadi alternatif hiburan murah-meriah yang dapat dinikmati oleh keluarga dan orang banyak. Hiburan itu tidak lain adalah Video.

Video pertama kali muncul dan diperkenalkan dunia pada tanggal 10 Mei 1975 oleh perusahaan Sony dari Jepang.  Dan produk hiburan rumah pertama yang diperkenalkan oleh perusahaan itu - selain televisi - adalah nama Kaset Betamax (atau cukup disingkat dengan nama "Betamax" saja).


Kaset Betamax adalah pita magnetik yang dapat menyimpan gambar dan suara untuk durasi tertentu. Kaset ini hanya dapat diputar dengan alat pemutar khusus yang disebut Video Player atau Video Tape. Di Indonesia, produk ini dikenal dengan nama "Kaset Video" atau "Video Kaset".

Nama Betamax sendiri berasal dari 2 kata : Beta dan Max. Beta adalah Abjad Yunani yang bentuk tulisannya mirip dengan gulungan pita kaset. Sedangkan Max merupakan singkatan dari "Maximum" (Luar Biasa). 

Kaset Betamax berbentuk persegi panjang dengan lebar 12.7 sentimeter, dan merupakan pengembangan dari produk perekam gambar dan suara bernama U-Matic. Bedanya U-Matic berukuran lebih besar dari pada kaset Betamax (19 - 20 sentimeter).
Kaset Video Betamax

Karena perekaman suara dan gambar menggunakan pita, maka ada keterbatasan dalam penyimpanan data tersebut. Karena itu, dibuatlah standar panjang pita dan durasi putar kaset video. Adapun Standar kaset tersebut terbagi menjadi beberapa jenis :
L-125 (panjang pita 38 meter) ==> Durasi 30 - 45 menit
L-165 (panjang pita 51 meter) ==> Durasi 40 - 60 menit
L-250 (panjang pita 76 meter) ==> Durasi 60 - 90 menit
L-370 (panjang pita 114 meter) ==> Durasi 90 - 135 menit
L-500 (panjang pita 152 meter) ==> Durasi 120 - 180 menit
L-750 (panjang pita 229 meter) ==> Durasi 180 - 270 menit
L-830 (panjang pita 254 meter) ==> Durasi 200 - 300 menit

Betamax Video Player
Selain konsol pemutar kaset video, Sony juga  meluncurkan produk kamera perekam yang dikenal dengan nama Betacam. Produk ini dirilis tahun 1982 dan menjadi salah satu produk fenomenal yang digandrungi banyak orang. Berkat kamera ini, banyak orang yang kemudian menggemari hobi membuat film amatir.

Kaset VHS
Bulan Oktober 1976, JVC - pesaing Sony di dunia teknologi - merilis kaset video VHS (Video Home System). Mirip dengan Betamax, VHS merupakan produk perekam suara dan gambar menggunakan pita magnetik. Berbeda dengan Betamax yang awalnya diproduksi untuk pasar Jepang, VHS justru diproduksi untuk pasar Amerika Serikat. Produk ini merupakan mengembangan dari VTR (Video Tape Recorder) yang dirilis tahun 1950 dan menjadi alat perekam untuk keperluan stasiun televisi merekam acara mereka. Untuk membaca rekaman di VHS, maka pengguna harus menggunakan alat pemutar yang disebut Video Cassette Recorder (VCR).


Perbandingan ukuran Betamax dan VHS
Masa keemasan dunia kaset video terjadi pada dekade 1970 - 1980 di mana Betamax dan VHS masing-masing merajai pasar dunia hiburan. Betamax sangat populer di kawasan Asia karena alat pemutarnya yang lebih murah (ketimbang VCR) dan produknya mudah ditemukan. Sedangkan VHS jauh lebih populer di Eropa dan Amerika Serikat karena kualitas gambarnya yang jauh lebih tajam dan baik dibandingkan Betamax, meski alat pemutarnya jauh lebih mahal ketimbang Betamax.

Di era itulah, hiburan berupa video banyak beredar luas di masyarakat, terutama Indonesia. Di awal pemunculannya, video mendapatkan "perlawanan" sengit dari pengusaha bioskop. Hal ini dikarenakan banyak film-film luar negeri yang dikopi dalam bentuk video, kemudian disewakan. Harga sewa video yang tergolong sangat murah dan dapat ditonton oleh banyak orang, sempat memukul industri bioskop di masa itu.

Belum ada orang yang berpikir untuk membeli dan mengoleksi video saat itu karena pertimbangan biaya sewa yang jauh lebih murah ketimbang membeli. Dan karena permintaan dan kebutuhan hiburan di rumah yang cukup tinggi di masa itu, maka ada beberapa orang yang menjadikannya sebagai peluang bisnis. Mereka biasanya membeli video dari luar negeri, kemudian menduplikasikannya dan menyewakan duplikat tersebut.

Antara tahun 1970 - 1980an, penyewaan video dicap "haram" karena tidak ada izinnya (serta payung hukumnya). Meski demikian, bisnis sewa-menyewa kaset video menjanjikan keuntungan yang sangat besar, sehingga banyak orang yang sembunyi-sembunyi menyewakan kaset video. Tetapi ada juga yang cukup berani membuka toko dan menyewakan video secara terbuka.

Pada tahun 1995, berdasarkan Keputusan Menteri Penerangan RI No. 221/KEP/MENPEN/1995, dibentuklah ASIREVI (Asosiasi Importir Rekaman Video). Keberadaan ASIREVI bertujuan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan impor rekaman video. Dengan demikian, video yang beredar dan disewakan dapat dikontrol dan lebih terkendali. Keberadaan bisnis video sewaan pun menjadi legal dan banyak orang yang bebas menyewa video tanpa takut-takut lagi.

Sebelum adanya ASIREVI, video yang beredar merupakan video bajakan yang direkam dari video asli dari luar negeri, sehingga video yang beredar adalah video tanpa teks Indonesia. Pasca ASIREVI, video luar negeri yang beredar sudah diberi teks Indonesia. Selain itu, konten di dalam video pun dapat lebih dikontrol sehingga hal-hal yang tidak cocok dengan norma-norma ketimuran Indonesia dapat ditangkal.

Meski perkembangan hiburan rumah kian marak dengan munculnya Laser Disc (LD) pada tahun 1978 yang menawarkan tampilan gambar yang jauh lebih bersih dan lebih baik, namun posisi video Betamax dan VHS masih tidak tergoyahkan di dunia. Bahkan dalam persaingan bisnis, LD tidak mampu menyaingi kekuatan kaset video sehingga LD akhirnya berhenti berproduksi di tahun 2001.

Pada tahun 1993, perusahaan elektronik Sony, Phillip, Matsushita, dan JVC secara serentak merilis Video Compact-Disc (VCD) sebagai alternatif hiburan. VCD merupakan piringan digital yang mampu menyimpan data gambar dan suara dengan kualitas yang jauh lebih baik daripada kaset video. Durasi penyimpanan adalah 74 menit dengan format MPEG-1.

Karena bentuknya yang kecil dan dibuat masal, biaya produksi VCD menjadi lebih murah dan lebih terjangkau. Karena itu, dalam peredarannya, VCD tidak disewakan tetapi dijual masal dengan harga yang sangat kompetitif.

Kemunculan VCD praktis menghantam kaset video dan menciptakan tren baru bagi masyarakat dunia, terutama Indonesia. Para penikmat film tidak perlu lagi harus menyewa alat hiburan yang mereka butuhkan, tetapi mereka bisa membeli dan mengoleksi film yang mereka sukai. Dengan adanya tren baru ini, maka perlahan tapi pasti, Penimat Film mulai meninggalkan Kaset Video.

Meski demikian, video tidak mati secara otomatis. Negara seperti Eropa dan Amerika Selatan yang menjadi pasar yang cukup baik untuk kaset video. Meski demikian, dengan semakin meluasnya peredaran VCD, penikmat kaset video akhirnya pun beralih ke VCD.

Pada tahun 2015, kaset video praktis sudah ditinggalkan orang. Semua orang telah beralih ke DVD - yang merupakan pengembangan dari VCD - dan Blu-ray Disck (BD) karena kualitas suara dan gambarnya ratusan kali lebih baik ketimbang kaset video. Melihat kondisi ini, pada tanggal 10 November 2015, Sony akhirnya mengumumkan menghentikan produksi Kaset Video, dan praktis sejak saat itu, peredaran dan produksi kaset video dihentikan total di seluruh dunia.

Kini kaset video Betamax dan VHS telah menjadi sejarah bagi kita semua. Meski demikian, kaset video akan selalu dikenang sebagai tonggak sejarah dan awal terciptanya "Home-Entertainment" di dunia.

Sunday 8 July 2018

Acara TV Legendaris - Asia Bagus



Pada tahun 1991, jauh sebelum masyarakat mengenal kompetisi menyanyi internasional seperti American Idol, The Voice, dan i-Sing, Jepang pernah membuat acara kompetisi menyanyi tingkat Asia yang dikenal dengan sebutan Asia Bagus.

Acara ini diproduseri oleh Fuji TV (Jepang), dengan mengajak stasiun televisi dari 3 negara Asia untuk berpartisipasi di acara tersebut : Singapura (TCS-5), Malaysia (TV3), dan Indonesia (TVRI). Konsep acara tersebut adalah mengundang para penyanyi dari negara-negara tersebut untuk mengadu kemampuan berolah vokal mereka.

Uniknya, meski acara ini diproduseri Fuji TV (Jepang), namun tidak memberikan keuntungan finansial kepada jaringan televisi tersebut, karena acara ini justru tidak tayang di Jepang. Meski demikian, uang bukan menjadi alasan Fuji TV memproduseri acara ini, namun lebih pada upaya menjalin keakraban antar negara Asia saja. 

Seiring waktu, acara Asia Bagus meraih rating yang sangat baik di negara-negara yang berpartisipasi dalam acara tersebut, sehingga Fuji TV akhirnya menambah negara Asia lain untuk bergabung dalam acara tersebut. Dan pada tahun 1992, negara Taiwan, Korea Selatan, dan Thailand ikut serta bergabung.

Acara ini awalnya dipandu 2 orang Pembawa Acara : Tomoko Kadowaki (Jepang) dan Najip Ali (Malaysia). Nantinya, Tomoko digantikan oleh Winnie Kok (Singapura) dan Dewi Sandra (Indonesia).

Bahasa percakapan dalam acara ini adalah bahasa gado-gado, di mana terdapat perpaduan antara bahasa Inggris, Jepang, Indonesia, dan Melayu. Tujuan penggunaan bahasa campur-aduk ini tidak lain untuk menunjukkan keragaman budaya di wilayah Asia.

Di Indonesia, acara ini awalnya ditayangkan di TVRI (1991 - 1996) dan kemudian berpindah ke RCTI (sejak 1996 - 2000).
Kris Dayanti di ajang ASIA BAGUS
Asia Bagus merupakan salah satu acara favorit pemirsa Indonesia. Bahkan beberapa penyanyi papan atas Indonesia merupakan jebolan acara tersebut. Beberapa di antaranya : Kris Dayanti, Dewi, Gita, Rio Febrian, Denada, dan Ika Deli.

Catatan istimewa tentang Kris Dayanti, beliau merupakan penyanyi pertama yang memenangi Asia Bagus. Selain itu, Kris Dayanti kembali meraih penghargaan Best of Asia Bagus (1997) ketika berkompetisi dengan semua pemenang Asia Bagus di Tokyo, Jepang.

Selain penyanyi tersebut, Asia Bagus juga menelurkan grup-vokal AB Three : Widi, Nola, dan Lusy. Ketiganya merupakan jebolan Asia Bagus dan grup-vokal ini didirikan tanggal 13 Agustus 1993, setelah mereka mengikuti ajang tersebut.

Uniknya, meski sudah terbentuk sejak tahun 1993, namun AB Three baru merilis album pertama mereka tahun 1995 (Cintailah Aku). Hal ini disebabkan mereka disibukkan dengan kegiatan kompetisi internasional pasca pembentukan grup tersebut. Setelah berbagai penghargaan internasional mereka raih, barulah mereka fokus membuat album. Kini grup-vokal ini masih eksis dan telah berganti nama menjadi Be3 (Bi Tri).